Apa yang kita lihat sekarang bukan lah seperti ilusi lagi. Kecemburuan akan masa lalu yang cukup indah sepertinya sudah mulai mengikis angan. Kita yang terlalu tangguh malah berpura-pura menjadi pembisu. Aku bukan lah tak berarah lagi. Semua telah berbeda ketika ku coba menghitung peta langit. Bulan yang dulunya sama-sama kita lihat mulai kau acuhkan. Aku terlalu lelah untuk melihat ke belakang.
param pam pam
Sudah terlalu pekat pesona pelangi yang terbentuk. Biasnya terasa menyakitkan. Menari-nari dalam kefanaan. Kau sama sekali tak mengerti diksi yang ku cipta. Letak permatamu kau ubah, sementara aku masih terkecoh embun. Miris memang, namun dari atap pohon akasia depan rumah, aku membelengu. Berterbangan kepingan paras elok bidadari dunia. Pelita tanpa arah, cahaya nya masih belum kau ungkap. Kau berlari layaknya pencuri.
Lantunan puisi jiwa penyejuk menjadi teman paling dekat. Gerimis di awal bulan juni ini jadi saksinya. Dia tak lagi menatap ke utara. Hatinya telah direlung pesona lain. Kau sama sekali telah main curang. Peninggal sepi, pemuncak gelak tawa. Kata elok yang kau sanding dulu, apakah tak bisa ku salahkan lagi ? Aku tertipu layu.
Musim semi sudah mulai menghilang. Ku ingin mengulangi lagi . Jalan-jalan kesepian yang kau taruh . Hanya menjadi pelekat ketika ku ingat senyum manja. Tapi, masih kau coba untuk bertahan ? Menjadi orang keras kepala seperti dulu ? Kekuatan tak menentu. Menjadi arah-arah palsu. Kita sama sekali masih membisu. Bahkan gerimis telah berubah menjadi hujan. Gemuruh pertama yang ku dengar dari jauh. Menjadi kan aroma kesedihan saat ku ingat saat itu .....
Herru Anggiantama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar