Saya tertarik dengan artikel yang berjudul ” Menembus Batas Kemampuan Otak Manusia ” oleh http://www.poztmo.com . Artikel ini benar-benar menginspirasi setiap yang membacanya . Selamat membaca , semoga terinspirasi ))
Manusia diciptakan oleh Sang Pencipta dengan semua kesempurnaan. 2
hal yang ada pada diri manusia, yang membedakan manusia dengan mahluk
lain, yaitu otak dan hati.
Otak manusia tak hanya berfungsi sebagai pusat kontrol terhadap
organ-organ atau anggota tubuh, tetapi juga sebagai pengendali dari
semua apa yang dilakukan, dipikirkan dan rasakan.
Penelitian menemukan bahwa ternyata pada umumnya manusia baru
menggunakan 5% dari total kemampuan yang dimiliki. Nah, lalu kemana yang
95% lagi?
“Menuurt peenltiian di Cmabridge Uinvertisy, urtuan hruuf dlaam seubah ktaa sbeanernya tdaik mejnadi malsaah, kearna oatk mausnia menretjmeahkan ktaa berasdarkan hruuf partema dan terkhair. Siasnya dpaat daicak ttaepi musania maish dpaat mebmaca tnapa maaslah. Ini kraena oatk muansia tdiak mabmaca steiap huurf, taetpi seacra kseuleurhan”
Pada paragraf diatas, kita masih tetap bisa membacanya dengan lancar
dan memahami artinya padahal kata-kata diatas sejatinya tidak pernah
ada di kamus manapun. Itulah otak manusia.
Manusia tidak perlu membaca satu persatu huruf untuk memahami sebuah
kata, melainkan langsung secara keseluruhan dari satu kata tersebut.
Otak ibarat prosesor tempat dimana semua data diolah, kemudian
dikirimkan dalam bentuk perintah ke seluruh tubuh untuk melakukan aksi
dan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ada.
Awal dari kesuksesan manusia pun sebenarnya berawal dari otak, dan
kesuksesan itu hanya dibatasi oleh diri kita sendiri (perasaan dan
hati), yang menyetel otak untuk melihat sesuatu dengan batasan-batasan
tertentu.
Seperti contoh kasus dibawah ini :
Seorang pelari maraton legendaris Inggris, Roger Bannister,
mampu menembus batasan yang dibuat oleh hatinya dan pernyataan skeptis
masyarakat umum pada tahun 1954 tersebut bahwa tiada seorangpun yang
mampu menembus jarak lari sejauh 1 mil hanya dengan waktu 4 menit.
Analisa dokter menyatakan bahwa jika seorang pelari berusaha menembus
batas waktu tersebut, maka paru-parunya akan gagal berfungsi serta
jantungnya tidak mampu melakukan denyutan lebih cepat lagi untuk
mencapai batas tersebut.
Namun Bannister mampu menghancurkan semua batasan tersebut dengan
menggunakan otot dan otaknya. Dengan teknik meletakkan 1 orang pelari
pada setiap jarak seperempat mil, Roger Bannister mampu meruntuhkan
batasan itu dengan catatan waktu 3,596 detik dan kondisi tubuhnya
baik-baik saja.
Dari kasus diatas bisa kita lihat, bagimana seorang Roger Bannister mampu menghapus mental block
atau pembatas mental yang ada dalam pikirannya dan pikiran masyarakat,
dengan pandangan bahwa jika orang bisa mencapai sebuah titik, bukan
berarti titik tersebut adalah yang paling final dan tidak bisa
dilampaui.
Sebuah kata bijak mengatakan, kita tidak pernah mengetahui batasan
terakhir kemampuan kita, sebelum kita mencoba menembus batasan tertinggi
yang pernah kita alami.
Jika seseorang menginginkan sesuatu dengan sungguh-sungguh, maka
kadang mereka tidak pernah memperdulikan batasan yang tadinya ditetapkan
orang lain. Menurut Zig Ziglar bahwa keinginan lah yang membedakan
antara prestasi biasa dan prestasi juara.
Cerita lain, anda tentu kenal dengan seorang Barak Obama, presiden
USA. Sejarah Amerika telah menceritakan bahwa tidak pernah ada ceritanya
Amerika dipimpin oleh seorang dari golongan kulit hitam. Karena
sebelumnya, selama Amerika berdiri, selalu dan selalu di pimpin oleh
presiden berkulit putih. Disini jelas bahwa mental block yang terjadi
adalah persepsi umum batasan pemimpin Amerika adalah : berkulit putih.
Namun keinginan yang menggebu-gebu dan keyakinan (motivasi) yang
tinggi dari Obama dan team suksesnya untuk menembus batasan yang dibuat
oleh manusia tersebut, dia berjuang dengan semua kemampuan otak
(strategi) yang ada sehingga menjadikannya Presiden pertama Amerika
Serikat yang berkulit gelap.
Hal yang harus kita garis bawahi disini adalah, kadang kala (dan
seringnya), kita merasa telah menemukan batasan maksimum dari kemampuan
kita. Padahal sejatinya batasan itu terjadi akibat sikap pesimis dan
pemikiran negatif otak kita sendiri. Mudahnya kita termakan oleh
kata-kata orang lain yang menjadikan kita berfikiran “mustahil” menembus batasan tertinggi yang pernah kita alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar