Pages - Menu

Sabtu, April 06, 2013

Orang Tua Malang Meminta

Malam ternyata bukan sebuah keindahan di antara lampu-lampu yang menerangi jalanan. Melainkan rasa lapar yang tertunda karena sesuap nasi pun belum sempat ditelan oleh ibu tua yang ku temui di selasar itu. Aku melihat kesedihan kecil yang menyatu dengan dinginnya malam. Aku melihat mata yang mulai memerah dan kesunyian yang menyertai di balik sosok yang renta itu. Melihat tetes air yang jatuh perlahan serta ucapan yang takkan mampu kudengar lagi karena lengannya udah rapuh untuk meminta.

Apa yang aku lihat ini ? sebuah keseimbangan kehidupan atau korban dari kesempurnaan yang di cari oleh orang-orang besar. Aku seakan tak sadarkan diri dan mulai mengacuhkan semuanya. Mulai merasakan hati yang terkikis karena aku belum bisa memahami dengan jelas apa yang ia rasakan. Aku membayangkan jadi bagian dari mereka namun aku adalah bagian dari proses kehidupan yang ditakdirkan Tuhan. Keberuntungan menjadi orang yang masih bisa bernapas di saat malam yang dingin menyegat tubuh.

Apa yang aku dengar ? sebuah kebohongan diri atau kata-kata meminta yang nyata-nyata karena ia tak mampu lagi bergerak mencari kehidupan yang layak. Aku tak mampu lagi bernyanyi dan mulai berjalan kembali. Meninggalkan sedikit tanda kemanusiaan dan hati ku luka melihat senyum serta untaian terima kasih pengobat kemalangan hidup. Aku masih sendiri malam itu dan benak ku tak berhenti memikirkan tiap detik kehidupan fana yang terpancarkan dalam sebuah kesendirian orang tua itu. Aku masih lemah.

Apa yang aku maknai ? sebuah kejujuran kehidupan atau sebuah perjalanan fana yang dijalani oleh sebuah kebahagiaan atau melainkan sebuah rantai kehidupan yang tak bisa dipastikan karena kehidupan adalah sebuah misteri yang takkan mampu dipecahkan oleh manusia itu sendiri. Aku masih saja diam. Terpana melihat sebuah kebohongan diri yang aku sendiri tak mampu mengartikannya lewat kata-kata.

bandung '12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar