Pages - Menu

Tampilkan postingan dengan label hati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hati. Tampilkan semua postingan

Jumat, Juli 19, 2013

Diam, Sebuah Destinasi Terakhir Kah ?

Diam, bentuk dari penyebab merancu. Membawa segudang tanya dalam mata. Warna indah yang penuh hipotesa aneh. Pancaran kebingungan diri. Tiada satu yang mengerti. Bahkan bukan seolah-olah membualkan kebohongan. Kita dalam pikiran kita. Mengundang secarik tanda. Bahkan diksinya terlalu berat untuk dipahami. Aura kebebasan dalam kesunyian.

"Kau pendiam paling hebat. Bukan tak berasalan, tapi kadang alasannya tak bermuasal. Cuma bermuarakan akibat. Penyebab adalah rahasia paling dalam. Diungkap ? Aku rasa tidak. Tapi ,itulah indahnya kamu. Diam, cara terindah. Penganugerahan Tuhan yang diberi. Diam, sebuah destinasi terakhir kah ?"

"Aku bukan orang yang tahan akan kediaman. Pengalahan diri, membuat alur baru. Mengais lalu membuka satu demi satu lara yang kau pendam. Paling tidak aku merangkai diksi. Permainan kata adalah kebisaanku."

Minggu, April 07, 2013

Tentang Rindu

Keramahan musim dingin sudah dua minggu berlalu. Kenyaman dan keindahan butir kembang salju terkadang dirindukan. Kadang pula tidak. Pohon-pohon akasia yang sudah tiga bulan tak berdaun mulai memperlihatkan kemegahan pucuk-pucuk baru. Matahari tak lagi terbenam pukul 4.30 sore, namun beranjak malu menjadi pukul 8 malam. Seperti mempengaruhi malam. Tak terasa sama sekali indahnya.

pam parampam

Enam bulan berada di dunia yang berbeda. Namun kerinduan dunia lalu sama sekali tak luput dalam benak. Semenjak hari pertama terbang jauh. Tak satupun aku lupa setiap momen bersama orang tercinta. Terkadang rasa rindu menyiksa batin. Meninggalkan atau ditinggalkan. Rasanya sama saja. Rindunya sama saja.

Rabu, April 03, 2013

KITA TAK MAMPU BERTINDAK ?

Melihat sesuatu hal dari sudut pandang yang berbeda mungkin akan menjadi sesuatu yang teramat sulit dilakukan bagi sebagian orang. Jangan kan untuk melihat , sebenarnya kita buta. Buta akan kepedulian yang seharusnya kita tanamkan sejak dini, buta akan kesenjangan yang terjadi ketika semua hal terasa tak normal lagi. 

Apa yang kau dengar saat kau berjalan di keramaian dan kebisingan kehidupan ini ? apakah yang kau acuhkan lagi ketika matamu hanya berusaha mengalihkan mata hatimu ? lihatlah di sekeliling jalan raya yang setiap hari mengantarmu ke kehidupan yang fana ini. Ada pak tua tanpa kaki berjalan di balik lampu merah kemaksiatan. Ada ibu tanpa baju yang tak terdengar lagi lirih hatinya karena telah terkikis oleh beratnya hidup.

Minggu, Maret 24, 2013

Volga dan Aku (2)

inblackshadow.blogspot.com


Biasanya ada petugas kebersihan yang tiap pagi hari membersihkan tempat ini dari sampah alam maupun sampah manusia yang kurang peduli dengan lingkungan. Padahal sudah dijejer dua buah tong sampah besar lengkap dengan slogan “Buang sampah di sini!!”. Terkadang memang agak susah mengajari manusia tentang pentingnya hal yang kecil seperti ini. Tak terkecuali diri aku sendiri.
Burung gagak terlihat berebutan potongan roti di antara dahan yang kelihatannya rapuh namun kuat. Aku yakin potongan roti tersebut didapatnya setelah menjarah beberapa tong sampah. Tampak anak-anak gagak yang  belajar terbang, mencoba mengepakkan sayap, perjuangan hidup dimulai wahai burung kecil.
Menarik memang dan tanpa sadar aku telah berada di ujung taman. Ku buang gelas plastik kopi yang sudah habis ku minum di tong sampah sebelah kanan lampu jalan. Aku pun berlari menuju asrama yang sudah terlihat di hadapanku.

Volga dan Aku (1)


inblackshadow.blogspot.com 

            Udara dingin angin utara mulai merasukiku di tempat ini. Di tepi Volga, aku sendiri menatap matahari tenggelam, lalu mencoba sedikit saja mengingat kejadian dalam hidup. Jemari yang awalnya hangat kini mulai terkontaminasi dengan asutan udara senja musim gugur. Ada sekelompok burung dara membentuk formasi segitiga, ada nelayan yang masih memaksakan diri berlayar di bawah indah cahaya bulan. Aku adalah bagian dari semesta alam ini. 
Sepertinya hari sudah mulai gelap. Aku putuskan pulang menuju asrama yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat aku berdiri sekarang, di tepi sungai Volga. Aku berjalan menyusuri flat-flat kaum elit yang bermobil mewah. Terlihat kios-kios kecil terbuka dengan beberapa jenis viva dan vodka yang disusun rapi dalam mesin pendingin tentunya. Jalanan yang mulai terlihat sepi karena orang-orang lebih memilih berada dalam rumah yang lebih hangat dan nyaman.
Sebelum sampai di asrama aku  mampir sejenak di sebuah kios kecil yang letaknya tak terlalu jauh tempat aku tinggal.
Привет, tolong segelas kopi hangat tanpa gula” ujar ku kepada seorang penjual penjaga kios yang sudah aku kenal dalam 3 bulan ini.
“Ini kopimu, 30.50 rubel” tangannya serta merta memberikan segelas kopi yang aku pesan tadi.
Спасибо, пока!” jawabku sambil memberi uang dangan jumlah yang pas tanpa kembalian. Kemudian aku bawa segelas kopi tersebut dan berjalan menuju asrama yang jaraknya sekitar 500 meter dari kios tersebut.