Pages - Menu

Senin, Oktober 21, 2013

Tertegun

Terkadang jika dipikirkan, banyak sekali yang berubah dari kehidupan ini. Perjalanan beribu-ribu mil tahun lalu benar-benar menjadi sebab. Yang jika tanpa itu tak yakin secepat itu aku rasakan butir salju yang biasa turun akhir tahun, atau bahkan tak mungkin aku temukan kehangatan serta kerinduan sedalam ini.

Benar saja, seolah-olahnya langkah ini lebih kurang mengubah sudut pandang. Kadang kala ada rasa tak suka sejenak mengambil alih. Bukan karena agak enggan dengan keadaan yang ini, tapi sesungguhnya ingatan-ingatan tentang hidup lama masih saja menguasai. Aku sering kali terdiam sendiri, tenggelam dengan cerita-cerita waktu dulu.


Ada yang bilang padaku, "jangan kau lupakan jika kau tak bisa, tapi cobalah untuk tak mengingat". Barang kali kalimat ini ada benarnya, tapi apa semudah itukan untuk tidak mengingat setiap kepingan mozaik masa lalu ?

Kamis, Oktober 10, 2013

Cerpen : Pencuri 2

Aku di sana tepat waktu  kejadian perkara. Tak direncanakan sebelumnya, aku beserta bibiku turut menjadi saksi hidup drama suatu kejadian. Rasa kantuk yang awalnya menguasaiku sontak berubah drastis ketika aku ingat sekali pencuri itu sempat berlari dibelakang ku beberapa saat tadi.

“Apa yang dia curinya Mak ?” Bibiku bertanya kepada seorang perempuan tua pedagang sayuran yang biasanya berjualan di depan toko karpet pak Budiman. Panggilan Mak sudah menjadi budaya kaum kami meninggikan derajat perempuan yang umurnya jauh lebih tua. 

“Dak tau emak tu, tadi macam bawak karung beras budak tu lari”   

Aku bergumam seketika. Polisi belum tampak juga batang hidungnya. Mungkin sedang asyik bermain catur atau menonton TV. Mungkin juga sedang makan siang lalu tidur siang di beranda ruang tunggu pelaporan 24 jam. Tak ada yang peduli. Setan-setan sudah menjarah nurani masyarakat pasar. Tak ada ampun lagi, pencuri itu jadi bulan-bulanan. Lima belas menit drama pelemparan jumrah berlangsung. Tak ada tanda-tanda pergerakan pencuri itu. Bahkan teriakan kesakitan pun tak terdengar dari semak-semak. Jagoan preman nomor satu ambil instruksi penghentian lemparan. Kesal lemparannya tak ditanggapi sama-sekali. Diambilnya parang, masuklah jagoan preman nomor satu  beserta empat orang ajudan preman berpangkat bintang tiga dan dua ke arah rawa. 

Cerpen : Pencuri

Pencuri itu kelam sekali warna kulitnya. Raut wajahnya berbinar agak seram. Badannya seperti tak terurus. Ceking berpakaian lusuh, warna putih bajunya telah menguning atau menyoklat. Aku tak yakin sama sekali. Tak kukenali sama sekali wajah itu atau orang berpenampilan seperti itu. Ia berlari kencang di tengah pasar. Semakin berlari semakin dia menuju bagian pasar paling belakang. Bagian terbau. Bagian di mana berbagai jenis ikan dan daging adu penampilan. Di sudut-sudut, tempat pemotongan tegak berdirikan tenda bambu. Dibuat khusus bagi algojo sembelih dan juru bedah meraja.

Para pedagang geram mengejarnya tak henti, sebagian masih bersarung habis sembahyang zhuhur. Tak lupa membawa senjata sakti ampuh mandraguna, balok kayu pohon Sungkai. Preman pasar pun sampai hati meninggalkan meja judi. Ambil bagian operasi penangkapan. Ikutan main hakim sendiri. Mereka berteriak sambil mengangkang. Tak sudi daerah kekuasaannya dibuat onar, preman pasar berlarian memburu mangsa. Permainan judi kartu berakhir. Pertunjukan sirkus pun di mulai. 

Dia berlari saja, namun mulai ke arah yang salah. Aku yakin pelariannya akan bermuara ke jurang belakang pasar. Tak curam memang, tapi itu tempat yang terzhalimi.  Tempat juru bedah ikan tongkol membuang isi perut. Terlalu busuk sampai-sampai petugas kebersihan kampung tak sudi mendekati daerah tak terurus itu.

Masjid Biru Astrakhan

Masjid Biru Astrakhan adalah salah satu masjid megah yang terletak di selatan Rusia. Masjid ini terletak di pusat kota Astrakhan, sekitar 5 km dari kampus Astrakhan State Technological University. Masjid yang dibagun oleh bangsa Tatar sejak abad 18 ini memiliki kubah besar dan bergaya arsitektur arab modern. Bentuk masjidnya yang elegan memiliki daya tarik tersendiri bagi para jemaah dan pengunjung masjid.

Masjid Biru ini terletak di tengah-tengah perumahan Muslim. Setiap waktu sholat, banyak dari masyarakat sekitar yang berdatangan menunaikan sholat berjemaah di masjid ini. Suatu pemandangan yang jarang terlihat di daerah-daerah lain di Rusia. Di sekitaran mesjid juga terdapat sekolah untuk belajar agama Islam. Hal ini membuat perkembangan Islam di selatan Rusia khususnya Astrakhan menjadi lebih cepat. Suatu hal yang harus kita syukuri sebagai umat Muslim.


 Masjid Biru Astrakhan


Rabu, Oktober 09, 2013

9.10.2013

Udah lama gak ngepost di blog, sekarang gue lagi sibuk-sibuknya berkutit dengan kehidupan kuliah yang baru. Dengan berakhirnya kelas bahasa kemarin, sekarang gue udah sekelas dengan orang rusia asli dan mesti belajar full bahasa Rusia. 

Minggu-minggu pertama tahun pertama emang susahnya gak bisa dibayangi. Gue merasa jadi bego sendiri di kelas, gak ngerti apa-apa dosen jelasin pelajaran. Tapi, ini lah proses yang paling penuh tantangan haha

Oh ya, pasukan di Astrakhan sekarang udah bertambah dengan kedatangan lima mahasiswa baru yang akan belajar di kelas Bahasa. Ada mas Albert, mbak Farah, mbak Ina, sama mbak Dinda yang bakal ngambil S2 Ilmu Politik, dan Angel yang ngambil S1 Geologi.


 pasukan Astrakhan


pasukan Astrakhan

Senin, Juli 22, 2013

Tulisan : Ketika Penulis Kehilangan Kata-Kata

Tulisan ini berawal dari kebingungan. Bukan kebingungan akan problema tentang hidup atau pun tentang rasa. Lebih tepatnya sih rasa disandingkan dengan kata kegalauan bukan kebingungan. Alaahh, bukan itu tujuan sebenarnya aku menulis ini.

Ini tentang susahnya aku menulis sebuah tulisan, mungkin  sebenarnya tentang sulitnya aku mengembang sebuah ide cerita dalam otak kanan maupun kiri menjadi sebuah tulisan. Hal ini sih lebih kerennya disebut writer’s block, keadaan di mana seorang penulis kebingungan membuat sebuah tulisan. Semua penulis pasti mengalaminya, dari penulis profesional sampai penulis pemula seperti aku. Itu sih kata-kata para penulis yang aku tangkap.
 
Masalahnya adalah hal ini benar-benar sudah menyugesti ku dalam beberapa minggu terakhir, bahkan beberapa bulan terakhir. Efeknya terasa, dimana aku menjadi kurang produktif menulis beberapa waktu belakang.

Jumat, Juli 19, 2013

Diam, Sebuah Destinasi Terakhir Kah ?

Diam, bentuk dari penyebab merancu. Membawa segudang tanya dalam mata. Warna indah yang penuh hipotesa aneh. Pancaran kebingungan diri. Tiada satu yang mengerti. Bahkan bukan seolah-olah membualkan kebohongan. Kita dalam pikiran kita. Mengundang secarik tanda. Bahkan diksinya terlalu berat untuk dipahami. Aura kebebasan dalam kesunyian.

"Kau pendiam paling hebat. Bukan tak berasalan, tapi kadang alasannya tak bermuasal. Cuma bermuarakan akibat. Penyebab adalah rahasia paling dalam. Diungkap ? Aku rasa tidak. Tapi ,itulah indahnya kamu. Diam, cara terindah. Penganugerahan Tuhan yang diberi. Diam, sebuah destinasi terakhir kah ?"

"Aku bukan orang yang tahan akan kediaman. Pengalahan diri, membuat alur baru. Mengais lalu membuka satu demi satu lara yang kau pendam. Paling tidak aku merangkai diksi. Permainan kata adalah kebisaanku."